MENDIDIK ANAK MEMATUHI ATURAN


 Oleh: Drs. H. Moh. Holili, M.Pd. I

Dalam era golabalisasi dewasa ini telah membawa perubahan yang cukup mendasar dalam segala aspek hidup dan kehidupan, seperti semakin pudarnya budaya malu, dan adanya perasaan bangga melakukakan pelanggaran aturan di kalangan sebagian masyarakat, yang mana seharusnya dipatuhi, sehingga dampak negatifnya tidak menutup kemungkinan untuk ditiru oleh kalangan anak-anak.
Untuk menyelamatkan anak-anak dari pengaruh-pengaruh negatip tersebut, maka diperlukan adanya upaya pendidikan dan pembiasaan hidup mematuhi peraturan bagi anak-anak sejak usia dini dan harus dimulai dari lingkungan keluarga. Hal ini penting dilakukan, karena lingkungan keluarga merupakan meniatur dari suatu tatanan masyarakat, bangsa dan negara secara keseluruhan. Artinya, baik dan tidaknya prilaku anak-anak di luar rumah pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh baik dan tidaknya prilaku anak dalam lingkungan keluarganya. Oleh karena itu, peran orang tua sangat diperlukan dalam mendidik anak mematuhi aturan.
Adapun peranan yang dapat dilakukan orang tua dalam menddidik anak mematuhi aturan, sebagai berikut:

  1. Terangkan tiap aturan yang baru dibuat untuk anak dalam bahasa yang dapat dimengerti dan dipahami oleh anak. Seperti kapan mereka harus belajar, bermain, menonton telivisi, mengaji, makan, istirahat, mandi, berangkat sekolah dan lain sebagainya. Demikian pula perlu diterangkan masalah-masalah sekitar peraturan lalu lintas, seperti dimana ia harus berjalan kaki, menyeberang, berkendaraan, termasuk pengenalan akan rambu-rambu lalu lintas. Yakinkan bahwa mereka dapat melakukan semua bentuk-bentuk peraturan tersebut. Bila orang tua dapat menerangkan secara bijaksana, maka kecil, kemungkinan akan adanya kesalah pahaman dan kalau ada akan dapat segera diatasi.
  2. Berikan mereka kesempatan untuk belajar mempraktekkan aturan-aturan tersebut pada situasi-situasi yang berbeda dan dapat memperlihatkan pada mereka persamaan dalam tiap situasi. Orang tua dapat pula mengajarkan kepada mereka masalah-masalah akhlak atau budi pekerti, seperti mengucapkan salam bila bertemu, berpamitan bila hendak pergi, membiasakan membaca do’a bila akan dan sesudah mengerjakan sesuatu, membiasakan meletakkan sesuatu pada tempatnya, mengarahkan pada ucapan-ucapan yang baik, melatih anak berjiwa sosial, melatih menghormati tamu, termasuk membiasakan menghormati yang lebih tua dan mengasihi kepada yang lebih muda, dan lain sebagainya. Namun demikian orang tua tidak dapat mengharapkan kepada anak untuk dapat melakukan semua peraturan-peraturan tersebut secara sempurna, melainkan harus disesuaikan dengan pengalaman dan kemampuan anak dalam arti sesederhana mungkin. Sebab bagaimanapun, anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil.
  3. Ajari satu aturan baru pada suatu waktu, tetapi perlu diingat oleh para orang tua jangan sekali-kali mencoba mengajari aturan yang lain, sebelum yakin anak menmgerti dan memahami serta melaksanakan aturan pertama. Sebab aturan yang bertumpuk-tumpuk dan bertindihan dapat membingungkan anak dan bahkan menjadikan anak bersikap menolak.
  4. Orang tua harus bersikap konsisten pada aturan yang telah dibuatnya. Artinya mana aturan yang benar yang seharusnya dikerjakan oleh anak, demikian pula mana aturan yang salah yang seharusnya tidak dilakukan oleh anak. Oleh karena itu, aturan-aturan tersebut harus jelas dan transparan serta orang tua perlu memberikan contoh bentuk pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya bila menyuruh anak mandi, maka orang tua sudah lebih dahulu mandi dan berpakaian dalam keadaan rapi; bila menyuruh anak mengerjakan shalat, maka orang tua juga harus mengerjakan shalat; bila menyuruh anak belajar, maka orang tua perlu mendampinginya, karena bila ada persoalan tugas-tugas sekolah yang tidak dapat dipecahkan oleh anak sendiri, orang tua dapat membantu cara pemecahannya dan bukan dikerjakannya, dan lain sebagainya. Demikian pula bila anak melakukan suatu perbuatan yang salah, kapan saja, hari ini atau esok, kalau masih tetap melakukan hal serupa dalam arti perbuatan salah, maka orang tua tetap mengatakan bahwa perbuatan tersebut adalah salah dan harus ditinggalkan. Atau dengan kata lain, orang tua tidak boleh menutup mata dan pura-pura tidak tahu, bila anak melakukan perbuatan salah, karena orang tua baru bersenang-senang atau sibuk dengan pekerjaan dan lain sebagainya.
  5. Orang tua perlu memberikan toleransi dan ma’af terhadap kekeliruan anak yang sifatnya tidak disengaja. Artinya orang tua tidak seharusnya mempunyai anggapan bahwa anak dalam melakukan sesuatu harus benar dan tanpa kesalahan sedikitpun. Bukankah orang dewasa kadang-kadang juga pernah berbuat salah ?. Kekeliruan yang diperbuat oleh anak yang sifatnya tidak di sengaja adalah suatu hal yang wajar dan bukan berarti anak telah telah melakukan kesalahan yang sifatnya menyeluruh. Oleh karena itu, dalam pemeberian toleransi dan ma’af, orang tua perlu memberikan penjelasan ulang kepada anak akan hal-hal perbuatan yang dianggap salah sesuai dengan bahasa yang dapat dimengerti sesuai dengan irama, dan tempo perkembangan mereka. Dan hal ini tentunya memerlukan proses waktu yang cukup lama, supaya anak benar-benar mengerti aturan dan bagaimana pula mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.
  6. Berilah motivasi atau dorongan kepada anak, bila mereka dapat melakukan aturan-aturan yang benar seperti memberikan pujian dan bahkan kalau perlu dijanjikan akan diberikan hadiah tertentu, agar mereka bertambah semangat. Orang tua juga perlu tetap menghargai setiap usaha yang dilakukan oleh anak sekecil apapun. Dengan cara pemberikan motivasi berupa pujian, penghargaan, dan bahkan hadiah yang demikian, anak akan terbiasa mentaati aturan-aturan di manapun ia berada.
  7. Orang tua tidak perlu mengobral hukuman, sehingga anak dalam mematuhi aturan tidak dengan terpaksa, karena dihantui oleh perasaan takut akan hukuman orang tua, melainkan diharapkan tumbuhnya kesadaran anak dalam mematuhi aturan-aturan tersebut. Hukuman hanya boleh diajatuhkan mana kala anak benar-benar mengerti dan menyadari bahwa ia telah berbuat salah. Hukuman yang diberikan harus sesuai dengan perbuatan salah anak, artinya tidak terlalu ringan dan juga tidak terlalu berat. Sebab pemberian hukuman yang terlalu ringan akan menyebabkan anak mengulang perbuatan salah yang sama dalam kesempatan lain, dan pemberian hukuman yang terlalu berat, akan mengganggu perkembanga jiwa anak selanjutnya. Dengan demikian anak tidak akan dihantui oleh perasaan takut akan hukuman dan sebaliknya mau menerima pemeberian hukuman, mana kala ia benar-benar telah melakukan pelanggaran atau tidak mematuhi suatu aturan.
  8. Dalam menjatuhkan hukuman kepada anak, orang tua perlu bertindak tenang dan obyektif. Artinya hukuman yang diberikan kepada anak, jangan sampai menimbulkan perasaan pada diri anak bahwa hukuman tersebut merupakan tindakan balas dendam. Oleh karena itu, dalam menghukum anak harus didasarkan pada pendapat bahwa perbuatan melanggar aturan adalah suatu perbuatan yang salah, baik dalam pandangan anak khususnya maupun menurut pandangan masyarakat pada umumnya. Hal ini penting disadari oleh para orang tua, karena kesalahan dalam menjatuhkan hukuman pada diri anak, bukannya anak akan mematuhi aturan tetapi sebaliknya akan menentang aturan tersebut, bila anak merasa bahwa menuruti aturan adalah hanya bercanda.
Demikian beberapa hal yang berkaitan dengan peranan orang tua dalam mendidik anak mematuhi aturan. Semoga ada guna dan manfaatnya serta menjadi salah satu bahan referensi bagi segenap pembaca, khususnya bagi para orang tua.
0 Komentar untuk "MENDIDIK ANAK MEMATUHI ATURAN"

Back To Top